Protected: 30 days after..

This content is password protected. To view it please enter your password below:

Tagged

Be strong Dad..

Dear Papah..

Pah  bukannya aku nggak peduli sama keadaan Papah yang terus berbaring di tempat tidur, tapi karena aku nggak sanggup Pah ngeliatnya…

Kalo Papah bisa liat tulisan aku ini, aku mau bilang, you are the man of our family. Pah.. aku inget  waktu aku kecil, Papah selalu beliin aku oleh-oleh kalo Papah abis tugas kemanapun.. sampai-sampai Papah lupa beliin oleh-oleh untuk mas Fajar… atau oleh-olehnya pasti lebih banyak dari mas Fajar…

Papah selalu jemput aku di sekolah pas weekend, dan aku inget Papah terus-terusan bilang kalo aku jalan selalu paling belakang..

Selalu inget juga ama moment dimana aku ngejar-ngejar bebek di Taman Mini..Papah sering bilang itu ke aku..

Sampai saat aku kuliah pun, papah selalu excited mau jemput di kampus, di mall, di rumah temen, dan di manapun kalo bisa dijemput, pasti papah mau jemput. Dan sampai terakhir, tahun pertama kerja di Kuningan, Papah selalu ngotot mau jemput di Ragunan… bukannya aku nggak mau dijemput lagi Pah… tapi aku khawatir ama kesehatan Papah, yang suka batuk-batuk terus kalo kena AC di mobil…

sekarang Papah belum bisa jemput aku lagi.. kangen Pah pengen dijemput lagi..

Dan aku yakin Papah pun tau.. tapi Papah nggak pernah menuduh ataupun nanya langsung ke aku, tapi Papah dulu suka nungguin aku pulang di teras… karena Papah mungkin tau aku pulang nggak sendiri… Papah jangan marah yaa…  he’s nice dan mirip ama Papah….doain aja Pah yang terbaik….

Sekarang, Papah ‘cuma’ sms aku kalo aku belum pulang. Papah selalu nanya ‘dimana neng‘. Tapi akhir-akhir ini Papah jarang banget sms, aku takut pah…kenapa Papah jarang sms lagi?

Kalo aku pulang Papah udah tidur, aku nggak pernah ke kamar Papah, selain aku nggak mau ganggu Papah tidur, aku takut Pah… :'(

Papah cepet sembuh ya.. Papah yang kuat yaa… yang sabar… nanti kita jalan-jalan, dan Papah bisa mancing lagi…

Your little girl,

Koeswardhani

Advertisement

Art and Soul

Di tahun 2013 ini saya sadar bahwa blog saya ini terlihat agak lengang.. Mungkin saya mulai kehabisan akal untuk merangkai dan merangkum semua kegiatan traveling saya. Bukan masalah kehabisan bahan, tapi mungkin masalah hati dan jiwa yang sedang ‘kemrungsung’ #eaaa.. Untuk saya, menulis membutuhkan hati dan pikiran yang ‘legowo‘ kalau orang Jawa bilang :)

Yang paling menarik dari perjalanan di tahun 2013 ini adalah kembalinya saya ke kota Surakarta setelah beberapa minggu sebelumnya saya melakukan aksi sumbang dana ke sebuah maskapai tujuan Yogyakarta. Yak! Saya gagal melakukan perjalanan! Tapi Tuhan masih sayang sama saya dan mengerti sepenuhnya betapa patah hatinya saya saat itu.. #lebay. Dan yang tidak kalah menarik adalah partner yang tidak biasa pada perjalanan ini, saya bepergian dengan calon kakak ipar. Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar :) (walopun deg-degan juga sih hehehe)

20130623_143218

Perjalanan kali itu bertema “batik hunting” dan “antiques hunting”. Saya dan sang calon kakak ipar sengaja dan tidak sengaja sebenernya (karena super dadakan) ke Solo mencari beberapa motif kain yang akan digunakan untuk pernikahan. Beberapa motif  batik seperti Sido Mukti, Wahyu Temurun, Truntum dll menjadi sangat populer didalam 4 hari perjalanan kami. (mulai mikir untuk resign dan jualan batik aja). Hampir semua sentra batik di Kota yang tenang ini kami jelajahi. (saking tenangnya, saya yang biasanya budeg ama bunyi bbm di tas, kali ini saya bisa dengar!) Satu tempat yang bagus untuk dikunjungi bila mencari “jarik” adalah toko rumahan yang berada di daerah Tipes yang bernama Busono Adhi. Tempat ini adalah hasil rekomendasi kerabat yang berdomisili di Solo. Sangat lengkap untuk koleksi jarik dan batik klasik ala Solo. Terharu ngliatnya!. (lebay mode: on) Eh tapi beneran ndak boong. Salah satu batik tulisnya berhasil membuat saya terharu.. Goresan goresan natural hasil tangan manusia terlihat jelas di selembar kain yang proses pembuatannya bisa memakan waktu 6 bulan sendiri. Its an art! 

busono adhi

20130622_123228

Setelah selesai dengan kain batik, tempat yang gak kalah seru yang kita kunjungi adalah Pasar Triwindu. Pasar ini tidak jauh dengan Pura Mangkunegara dan Omah Sinten penginapan yang sedang hitz di Solo. Karena datang sudah sore, beberapa toko mulai nampak siap-siap untuk menutup lapak dagangannya. Berbagai macam barang antik dan baru ada disini, you name it semuanya kumplit! Awalnya agak horror juga sih, setiap tertarik sama satu barang saya selalu nanya “mbak sing iki anyar opo antik?” yang artinya “mbak yang ini baru apa antik?”. Sikap norak saya ini mengundang tawa mbak-mbak penjaga toko. Dengan nada jawa dan agak lucu si mbak menjawab “iki antik mbak, ya ora popo.. mboten enten opo-opone”. (“ini antik mbak, ya enggak apa-apa.. nggak ada apa-apanya”) Lama-lama pasar ini menjadi tempat favorit saya di Solo :D Bagi yang suka seni barang vintage atau aksesoris klasik, pasar Triwindu wajib untuk dikunjungi! :)

20130622_163625

20130623_130518

20130622_163912

Last but not least yang menarik di Solo untuk dicoba adalah kulinernya! Kuliner di Solo saya yakin masih ‘netral’ bila dibanding dengan makanan tetangganya, Yogyakarta yang super manis. Sejumlah makanan seperti gudeg ceker, timlo, garang asem, patut dicoba. Gudeg ceker yang saya sempat coba adalah gudeg ceker keprabon Bu Yati yang buka pada malam hari. 

20130621_141159

20130622_212138

Oiya satu lagi yang menarik adalah lukisan di pojokan Kasunanan yang saya temui dan sempat saya abadikan yang menurut saya pribadi memiliki nilai luhur… dan romantis! hihihi

 

IMG_20130623_220044

IMG_20130623_215636

[ceritanya istri yang berbakti ama suaminya.. #njieeehh]

Pada saat perjalanan saya pun sempat mengabadikan kereta wisata Solo yang jarang banget nongolnya. We are so lucky :D  Definitely i’ll be back! :)

IMG01026-20130623-1058

Note:

Jarik adalah kain panjang yang dikenakan untuk menutupi tubuh sepanjang kaki.

sumber: http://njowo.wikia.com/wiki/Busana_Jawa_dan_Perlambangnya

Kawin Aja Dulu!

Sekitar seminggu yang lalu sambil santai di pinggir kolam renang saya dan teman saya terlibat dengan pembicaraan santai tapi nampaknya cukup serius (sok serius). Kami berdua membicarakan akan dipanggil apakah kami oleh anak-anak kami kelak. Maklum teman saya ini guru, jadi saya suka membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan konsep keluarga, pendidikan anak dll. Kira-kira pembicaraannya sebagai berikut:

Me: “Miss, nanti ya kira-kira kalo lo punya anak, mau nya dipanggil apa?”

Miss U: “Kalo gue sih pengennya dipanggil Mommy.. Mommy Daddy”

Me: “Dih kayak C***A deh lo pake Mommy Daddy.. ”

Miss U: “Biar kayak Bule.. Makanya dulu gue pengen punya pasangan bule.. ehhh pas udah dapet si C***y aja tuh, gue langsung trauma, nggak mau lagi ama bule! hueks…”

Me: “Wkwkwkwkwk… Kalo gue nih ya, pengennya nanti dipanggil nya Ibu. Jadi Bapak sama Ibu. Indonesia banget. Supaya nanti anak-anak gue kenal budaya Indonesia. Kita ini kudu ngajarin budaya sendiri dong miss. (dengan nada sotoy) Jadi mending lu dipanggil apa kek gitu. Ayah Bunda masih mending deh…” (sok bijak)

Miss U: “Abis nih ya, kakak-kakak gue semua udah ada yang dipanggil Ayah Bunda, Bapak Ibu, Adek gue pengen Abi Umi malah… yaudah biar beda, gue pengen dipanggil Mommy Daddy….. (dengan nada sok bule dan sok keren)

Me: “hooo yayaya… terserah lo dah…eh mama papa mending deh daripada mommy daddy” (keukeh)

Miss U: “eh kawin aja dulu! Baru pikirin mau dipanggil apa!” (nampak mulai emosi )

Me: *kicep dan melengos pergi melanjutkan sesi renang*

Begitulah kira-kira percakapan dengan teman saya yang cukup singkat. Kalo bisa menarik kesimpulan dari percakapan di atas adalah KAWIN AJA DULU! -_-

Solo Travel Tips

Beberapa point di bawah ini menurut saya penting untuk diperhatikan jika Anda akan melakukan perjalanan seorang diri. Semua dirangkum atas dasar pengalaman pribadi:
  1. Pastikan Anda menginap di Hotel yang memiliki kredibilitas. Bayarlah sedikit lebih mahal untuk mendapatkan kenyamanan dan yang paling penting keamanan. Terlebih jika Anda seorang perempuan
  2. Jika Anda mencoba menaiki kendaraan tradisional di daerah tujuan  seperti Tuk Tuk di Thailand, atau Becak di Indonesia, lebih baik carilah pengemudi yang sudah tua, selain lebih aman biasanya mereka tidak ngotot dalam hal tawar-menawar. Lebih nrimo aja gitu.. Mungkin udah capek kali ya sama asam garam kehidupan
  3. Jangan pernah dinner SENDIRIAN. Apalagi di tempat yang belum pernah Anda kunjungi sebelumnya. Selain masalah gangguan dari pria-pria iseng, pertanyaan macam “mbak sendirian aja mbak?”, cukup mengganggu di telinga (dan menohok hati). Dan yang paling menyiksa adalah jika ada pemandangan pasangan muda-mudi sedang bermesraan di pojokan. Percayalah, ini lebih menyakitkan dibandingkan dengan digodain pria-pria iseng. Tips nya, bungkus aja makanannya terus makan di Hotel deh! (sebenernya sih ini terdengar lebih mengenaskan)
  4. Jangan celingak-celinguk. Jalan aja lurus ke depan bak serdadu militer lagi pawai. Sotoy  aja. Kalo nyasar baru deh tanya kanan kiri. Tips ini berlaku untuk traveler yang kurang ahli membaca peta. Seperti saya contohnya hehe
  5. Bawalah bahan bacaan. Bisa dengan membawa buku, ipad atau gadget-gadget canggih yang sekiranya dapat dijadikan media membaca. Atau yang paling seru sih bisa chatting dengan teman-teman. Pastikan gadget-gadget tersebut cukup baterai dan ada pulsanya ya..
  6. Tips terakhir adalah, ajaklah teman disaat Anda mau melakukan perjalanan. Sesungguhnya melakukan perjalanan sendirian itu pasti ada alasannya, either sedang galau *ehem* atau sedang mencari jati diri seperti Anak Baru Gede. :p

            – sekian-

Tagged ,

Blessed in Bali (part 2)

Day 2-

Munduk, Bali Indonesia

Dari Amed kami langsung melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya, Munduk. Mobil yang kami sewa menyusuri pesisir Timur Pulau Bali menuju Utara. Mobil yang kami sewapun meluncur dengan tanpa ragu. 45 menit perjalanan masih disekitar daerah Amed, saya “terpaksa” dibuat turun dari mobil karena pemandangan yang luar biasa. Gunung Agung ada di depan mata saya. Tepat berseberangan dengan Gunung Agung, adalah Teluk Amed. Serta merta saya meminta Arik untuk parkir di pinggir jalan dan saya tidak rela melewatkan pemandangan yang satu ini.

Perjalanan ditempuh kurang lebih selama 3-4 jam.  Munduk terletak di Kabupaten Singaraja, bagian Utara Pulau Bali. Karena jauh nya dari pusat pariwisata yang banyak berpusat di daerah Selatan Bali mengakibatkan daerah ini agak sepi dari turis. Namun suasana sepertinya inilah yang kami cari. Ketenangan.

Setelah melewati jalan yang berliku tak lama setelah itu akhirnya sampai juga di Hotel. Hotel yang kami tempati berbentuk mirip seperti lumbung padi, dan memang benar-benar terletak di samping sawah. What a lovely view! Kesan pertama yang saya dapatkan dari Munduk adalah penduduk lokal yang sangat ramah berbeda dari penduduk lokal tempat yang kami kunjungi sebelumnya di Amed. Mungkin ini dikarenakan pengaruh geografis antara penduduk daerah pesisir dan pegunungan. Layaknya kehidupan pesisir yang memang lebih keras dibandingkan dengan kehidupan masyarakat di pegunungan yang lebih subur.

Kali ini kami sangat beruntung  karena kami mendapatkan kamar dengan pemandangan terbaik. Kamar no 11 di Puri Lumbung Cottages. Udara Munduk sangat sejuk bahkan cenderung dingin bagi saya yang sebenarnya tidak terlalu kuat dengan udara dingin. Suasana sepi dan sangat hijau merupakan pemandangan yang bisa didapatkan untuk melepas semua kepenatan atau bahkan kegalauan di hati #eaaaaa.

  

 

Oiya, jangan harap di Hotel ini menyediakan televisi. Sepertinya manajemen hotel ini sengaja mempersiapkan tamu nya untuk focus dengan dirinya masing-masing atau dengan pasangannya *glek*. Mayoritas pengunjung hotel ini memang pasangan, sejauh penglihatan saya dan teman saya, sepertinya memang kami saja yang merupakan teman sejawat. Agak menyedihkan memang hehe..

Sejumlah kegiatan seperti trekking ke air terjun ditawarkan oleh Hotel tempat saya menginap. Namun karena saya termasuk turis pemalas, rasanya trekking terdengar cukup menyiksa bagi saya dan teman saya. :D Saya menikmati keindahan dan kesejukan udara Munduk dari Hotel saja.

Satu hari berada di Munduk rasanya tidak cukup. Menikmati sejentik Mahakarya Sang Pencipta. Tidak sabar untuk melihat mahakarya yang lainnya..atau mungkin saya akan kembali lagi ke Munduk dengan waktu yang lebih lama lagi. :D  Dengan perjalanan ini saya merasa sangat beruntung dapat diberi kesempatan dan waktu untuk melihat ciptaan-Nya. I feel so blessed. :)

Feeling is believing..

Melihat kembali orang-orang yang saya follow di account twitter saya. Salah satunya adalah Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus. Selain menjadi tokoh Nadlatul Ulama, beliau adalah seorang pelukis dan penyair. Santun dan rendah hati. Kesan tersirat setelah saya membaca bio di twitternya. Beliau menyebut dirinya sebagai seorang bodoh yang tak kunjung pandai. Seorang yang (katanya) bodoh namun dapat menciptakan barisan syair dan puisi yang indah, dua diantaranya menjadi favorit saya:

Perkenankanlah Aku Mencintaimu

Perkenankanlah aku mencintaimu, seperti ini,  tanpa kekecewaan yang berarti..meski tanpa kepastian yang pasti..

Harapan-harapan yang setiap kali dikecewakan kenyataan, biarlah dibayar oleh harapan-harapan baru yang menjanjikan..

Perkenankanlah aku mencintaimu, semampuku, menyebut-nyebut namamu, dalam kesendirian pun lumayan, berdiri di depan pintumu tanpa harapan, kau membukakannya pun terasa nyaman..

Sekali-kali membayangkan kau memperhatikanku  pun cukup memuaskan. Perkenankanlah aku mencintaimu.. sebisaku..

(Ahmad Mustofa Bisri)

—-

Doa Pencinta

Bila penantian terasa sia-sia, dan sunyi malam mengentalkan rindu.. semoga bintang-bintang tak berhenti berkabar gembira..
Tentang cerah pagi..bila saat perjumpaan terasa tak lama.. dan perpisahan merisaukan kalbu..semoga harapan-harapan tak mati bersama..
Keperkasaan cinta di hati..bila janji pertemuan dibatalkan, dan gejolak hati tak terkirakan, semoga bukan karena kekasih murka dan tak lagi sudi bersua..
Bila hati ini terlupa, semoga kekasihku tetap mengingatku..
Bila hati ini teringatmu, o kekasih.. semoga karena kau mengingatku..
Amin
:)
(Ahmad Mustofa Bisri)

:)

Can’t Get Enough of You..

“Esensi dari traveling adalah menyatu dengan alam dan melihat sisi lain kehidupan dan kearifan masyarakat lokal..”

Yogyakarta, September 2012

Perjalanan ke Yogyakarta kali ini agak berbeda dari sebelumnya. Kali ini saya agak melipir mengunjungi daerah pedesaan Yogyakarta. Tepatnya di daerah Bantul, Dusun Tembi, Desa Timbulhardjo, Yogyakarta.

Pukul 05.15 pagi saya sudah sampai di Stasiun Tugu Yogyakarta setelah menempuh 8 jam perjalanan dari Stasiun Gambir, Jakarta. Sesampainya di Yogyakarta, saya pun duduk terdiam sebentar di stasiun sambil memikirkan apa yang akan saya lakukan selanjutnya. Maklum perjalanan kali ini saya tidak menyiapkan itinerary detail seperti yang biasa saya lakukan sebelumnya. Karena kali ini saya ingin mencoba menantang diri saya sendiri seberapa besarkah jiwa petualang saya.

Setelah berpikir dengan duduk manis di bangku stasiun sambil menikmati sejuknya embun Yogya di pagi hari, saya pun memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu di Wijilan, salah satu pusat gudeg yang terkenal di Yogya. Dari stasiun Tugu saya dan teman saya memutuskan untuk naik becak ke Wijilan. Setelah melewati barikade bapak-bapak supir taksi dan abang becak, saya akhirnya memilih abang becak yang berdiri paling belakang dan agak jauh dari barisan yang lainnya. mungkin ini bisa dijadikan pelajaran hidup juga ya..jadilah yang berbeda dari yang lainnya, maka kamu akan terpilih. #eaaaaa

Dua traveling bag dan dua perempuan yang saya yakin total beban lebih dari 100 kg diangkut oleh becak yang dibawa oleh seorang bapak paruh baya. Sepanjang perjalanan saya dan teman saya sering mengernyitkan dahi tanda simpatik yang mendalam kepada abang becak… terlebih jika si bapak harus turun dari becak dan mendorong becak nya karena tidak kuat untuk di gowes. aah hidup memang keras… ckckck.

Menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit dari stasiun Tugu akhirnya sampai di Wijilan. Tempat yang saya langsung datangi adalah Gudeg Yu Djum, karena Yu Djum meraih rekomendasi paling banyak dari kerabat dan teman teman yang sering ke Yogya. Walaupun saya yakin tidak semua orang suka dengan gudeg yang rasanya didominasi oleh rasa manis. Sebenernya agak berat untuk makan pagi dengan menu nasi dengan gudeg komplit dan telur, tapi apa boleh buat untuk menunggu waktu check in Hotel kami rela makan agak banyak :p.

Kurang lebih 1 jam berada di Yu Djum akhirnya saya mendapatkan kabar dari pihak Hotel bahwa saya dapat melakukan early check in. Yeay! Langsung lah kami bergegas dan naik becak yang dengan sabar menunggu. Niat awal saya adalah naik bus ke daerah Bantul, tapi tiba-tiba si abang becak menawarkan diri untuk menggowes becak nya sampai Bantul. Waduh! Penderitaannya belum akan berakhir rupaya, karena abang becak harus mengayuh becak nya kurang lebih 10 km lagi!! Tapi akhir nya saya dan teman saya meng-iyakan tawarannya tersebut. Akhirnya saya dan teman saya naik becak ke Bantul saudara-saudara!

:-s

Naik becak itu memang menyenangkan. Berdoa saja kali ini saya tidak akan terserang masuk angin mengingat jauh nya perjalanan.. hehehe. Tapi sepertinya abang becak ini sudah biasa mengayuh berpuluh-puluh KM setiap hari nya… karena setelah saya sedikit mewawancarai beliau, jarak rumah nya ke pangkalan becak kurang lebih harus ia tempuh sejauh 12 km setiap hari nya! lagi-lagi saya dan teman saya hanya bisa mengernyitkan dahi antara kasihan, simpati dan salut dengan perjuangan hidupnya.

Sembari melihat pemandangan pagi Yogyakarta, 45 menit pun berlalu, akhirnya saya pun sampai di Hotel yang akan saya inapi. D’omah Hotel Yogyakarta. Sebuah butik Hotel kecil yang cantik yang terletak di Desa Tembi, Sewon, Yogyakarta.. Begitu sampai, rupanya terjadi sedikit “kekacauan”, si abang becak menurunkan saya di pekarangan belakang hotel. hampir saja saya masuk ke kamar milik orang lain :D Setelah diantar oleh petugas hotel, saya diantar ke resepsionis dan saya pun langsung sekejap jatuh cinta dengan hotel ini. Tidak sia-sia menunggu sekian lama untuk menginap disini :)

Nuansa Jawa sangat kental di Hotel D’omah Yogyakarta. Baik arsitektur maupun interior nya berhasil membawa saya seperti kembali ke masa lalu. Ornamen – ornamen cantik dengan detail khas Jawa banyak tersebar di Hotel ini. Suasana hening dapat dirasakan sehingga serasa berada di rumah sendiri. D’omah sendiri memiliki arti rumah dalam bahasa Jawa. Welcoming drink yang segar dengan segelas Tamarind juice menyegarkan mata saya yang sedikit mengantuk terkena angin sepoi-sepoi di becak tadi.

Desa Tembi sendiri merupakan Desa yang memang ditunjuk oleh pemerintah sebagai Desa Wisata. Hal inilah yang pikir saya menjadikan   desa ini sebagai desa yang rapih dan tertata dengan baik. Di belakang Hotel yang saya inapi ternyata banyak juga penginapan-penginapan dan homestay untuk turis ala backpacker. Cukup banyak yang bisa dilakukan di desa ini. Hotel tempat saya menginap menawarkan bebagai macam aktivitas seperti memancing, keliling desa dengan sepeda atau ada juga penginapan yang menawarkan aktivitas memandikan kerbau. Terdengar cukup menarik. Tapi untuk saya, berjalan keliling desa di pagi hari, menyusuri pematang sawah, melihat anak-anak pergi ke sekolah dengan sepeda merupakan pemandangan menyegarkan mata dan tentu saja menyejukan hati.

 Bagi tipe traveler yang santai dan tidak melakukan banyak kegiatan, saya rasa Desa Tembi dan D’omah dapat dijadikan referensi dalam daftar destinasi traveling. Merasakan kehidupan pedesaan yang tenang, harmonis dan sederhana..

Karena sejatinya esensi dari traveling adalah menyatu dengan alam dan melihat sisi lain kehidupan dan kearifan masyarakat lokal.. imho :)

Tagged

Blessed in Bali (part 1)

Day 1-

Amed, Bali Indonesia

Perjalanan dimulai pada pukul 10.00 WITA dari Tanjung Benoa menuju Amed. Perjalanan ini akan menyusuri sepanjang daerah pesisir Timur Pulau Bali yang kurang lebih akan memakan waktu selama 5 jam. Dalam perjalanan menuju Amed, saya dan my partner in ‘crime’ menyempatkan untuk singgah di beberapa tempat, diantaranya Candidasa dan Tirta Gangga di daerah Karangasem. Candidasa seperti pantai Timur lainnya di Bali memiliki pasir berwarna hitam. Namun, pasir hitam ini tidak mengurangi nilai keindahannya ataupun kalah dari pantai berpasir putih yang biasa ditemukan di Bali bagian Selatan. Angin yang berhembus lumayan kencang, bunyi ombak yang menerjang batuan di pinggir pantai seakan menyambut kedatangan kami.

Setengah jam berlalu di Candidasa kami pun melanjutkan perjalanan. Arik, teman kami yang setia dan dengan sabar mengendarai mobil yang kami sewa menawarkan untuk singgah sebentar mengunjungi Tirta Gangga di daerah Karangasem. Saya dan teman saya yang dapat dikategorikan sebagai turis pemalas tadinya agak ragu untuk mampir ke Tirta Gangga tapi mumpung lagi ada disini, well.. boleh lah… – pikir kami

Mengitari Tirta Ganga sekitar 45 menit saya sudah tidak sabar untuk segera meluncur ke Amed. Yes Amed here we come!

Kurang lebih sejam kemudian kami pun sampai di Amed. Inilah kali pertama saya mengunjungi Amed. Amed tidak seperti kebanyakan daerah pesisir Bali yang sering terlihat khususnya di Selatan Bali yang banyak berjejer Vila ataupun penginapan mewah. Amed desa kecil yang sepi dan saya yakin mata pencaharian utama  sebagian besar penduduk lokal adalah sebagai nelayan, selain bekerja di penginapan atau jasa tur diving. Yes, Amed terkenal dengan keindahan bawah lautnya, dari kapal Jepang yang tenggelam hingga bintang laut yang berwarna biru. Karenanya di Amed banyak sekali ditemukan toko yang  menyewakan alat diving dan snorkeling.

Ternyata penginapan yang saya sudah pesan jauh-jauh hari agak sulit untuk ditemukan. Setelah mobil kami mendaki bukit dan menuruni lembah, dan setelah berkali-kali menelepon pihak penginapan yang dari suaranya terdengar sober dan slenge-an #phew kami pun akhirnya menemukannya. Voila!  Rasanya bagai menemukan telaga air di gurun pasir…. #glek

Bed & Breakfast!

Sunset view from The Balcony-

Day 2-

Sunrise view from The Balcony-

Kegiatan yang tidak boleh dilewati di Amed adalah snorkeling atau diving. Bagi pemula seperti saya, snorkeling rasanya juga sudah cukup. Itupun juga sudah berhasil membuat saya ngos-ngosan ketika akan kembali ke pantai. Sayang saya tidak bisa mengabadikan momen bawah laut di Amed karena keterbatasan peralatan foto untuk di bawah laut. Maybe next time akan lebih beruntung ;)

Day 2-

to be continued…